Perkawinan Raja Silahisabungan
Dengan Siboru Nailing.
Tugu Tambunan Pagaraji |
Banyak pemuda dan anak raja ingin
meminangnya, tetapi terganjal karena Siboru adalah puteri pingitan yang sudah
dijohkan dengan seorang putera Raja dari pulau Sibandang. Siboru Nailing
menjadi puteri rebutan, para pemuda yang ingin mempersunting mencari dukun
membuat guna – guna mencapai tujuan .Karena banyaknya persaingan Siboru Nailing
terkena dorma si Jundai (Dorma Sisunde ) yang sulit diobati. Raja Mangarerak
pun mulai gelisah melihat puterinya kena Dorma Sijundai.
Pada ketika itu, Raja
Silahisabungan datang ke Sibisa manandanghon hadatuon ( Bertanding ilmu ). Berita
kedatangan Raja Silahisabungan ke sibisa membuat hati Raja Mangarerak menjadi
lega, karena diketahuinya Raja Silahisabungan adalah dukun besar ( datu Balon )
yang dapat menyembuhkan bermacam penyakit. Kemudian Raja Mangarerak memanggil
Raja Silahisabungan untuk mengobati putrinya Siboru Nailing. Raja
Silahisabungan membuka Laklak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk apa
penyebab penyakit itu, lalu berkata : “ penyakit putri raja disebabkan
persaingan tidak sehat, setan dan iblis selalu datang menggangu sehingga ia
selalu mengigau. Pengobatannya agak lama karena rohnya ( tondina ) sudah
ditawan dalam gua. Namunpun demikian, berkat pertolongan Tuhan penyakit akan
dapat disembuhkan, tetapi apakah upah saya ?” katanya. Raja mangarerak,
terkejut mendengar penyakit Siboru Nailing, lalu berkata :” segala permintaanmu
akan saya kabulkan asal penyakit puteriku dapat disembuhkan,” katanya dengan
Pasrah.
Mendengar pernyataan Raja
Mangarerak ini,” Raja Silahisabungan mulai mengobati Siboru Nailing. Baru
beberapa hari diobati, tanda tanda kesembuhan penyakit Siboru Nailing mulai
nampak. Selama Siboru Nailing dalam pengobatan rasa cinta dan kasih saying
bersemi dihati mereka berdua. Dan setelah penyakit Siboru Nailing sembuh, Raja
Silahisabungan mengungkapkan rasa Cintanya kepada Siboru Nailing. Siboru
Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa iapun merasa cinta kepada
Raja Silahisabungan, walau pun umur tidak sebaya. Dengan,menganggukkan kepala
ia menyatakan cintanya.
Setelah sembuh, Raja
Silahisabungan mengatakan pengobatannya telah usai. Raja Mangarerak merasa
gembira dan bermaksud mengadakan pesta Syukuran, sambil membayar hutang kepada
Raja Silahisabungan, Raja – raja dan penduduk negeri diundang tanda rasa suka
cita.
Setelah acara pesta Syukuran selesai
Raja Mangarerak menyediakan emas dan uang, lalu bertanya kepada Raja
Silahisabungan :” ya, Raja Silahisabungan, penyakit Siboru Nailing sudah
sembuh, berapakah upahmu yang saya bayar?” katanya sambil mengambil emas dan
uang dari pundit – punditnya. Raja Silahisabungan menjawab :” Raja yang Mulia
dan yang saya hormati. Saya tidak butuh uang dan emas, tetapi sesuai dengan
perjanjian kita, apa yang saya minta upahku akan raja kabulkan. Rasa kasih
saying mengobati, menimbulkan bersemi cinta dihati, kiranya Mulajadi Nabolon
dan Raja memberkati, saya tidak meminta upah tetapi aku menginginkan Siboru
Nailing teman sehidup semati, katanya dengan hormat.
Mendengar ucapan Raja
Silahisabungan itu, Raja Mangarerak dan para undangan tercengang karena umur
Siboru Nailing masih muda. Raja Mangarerak dan para undangan saling
berpandangan, tetapi tidak berani menolak, lalu berkata : “ saya tidak menolak
permintaanmu itu tetapi kasihanilah kami dinegeri ini, karena Siboru Nailing
telah dijodohkan ( dipaorohan ) dengan putera Raja dari Sibandang : apabila
Siboru Nailing kau persunting, negeri ini akan diserang. Pendudukpun akan
susah,” katanya minta pengertian.
Kemudian Raja Silahisabungan
menjawab:” dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise siose padan tu ripurna
tu magona, ( janji harus ditepati, bila dilanggar akan timbul mara bahaya )
mengenai keamanan negeri dan serangan dari raja pulau Sibandang sayalah
tanggung jawabnya. Selama saya berada didaerah ini tidak akan terjadi apa –
apa, “ katanya meyakinkan.
Karena takut menolak permintaan
Raja Silahisabungan, raja – raja dan para undanga memberi saran :” Karena raja
Silahisabungan telah memberi jaminan, kita tanyalah putri kita Siboru Nipohan,
apakah dapat menerimanya.” Kemudian Raja Mangarerak dan para undangan menanya
Siboru Nailing apakah dapat menerima permintaan Raja Silahisabungan itu. Siboru
Nailing Menjawab :” ndang simanukmanuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo
turpuk, si ahut lomo ni roha. Tu ginjang ninna porda tu toru pambarbaran, tu
ginjang ninna roha patoruhon do sibaran. Ndang ahu manjua, ala naung
marsihaholongon, anggiat dapotan tua, pasu – pasuon ni mulajadi nabolon,
katanya bersenandung tanda setuju.
Mendengar ungkapan hati nirani
Siboru Nailing yang memang sudah mencintai Raja Silahisabungan, Raja Mangarerak
dan para undangan pun merasa terkejut karena pernyataan itu merupakan ungkapan
hati nurani yang paling dalam. Kemudian Raja Manggarerak berkata :” para
undangan yang saya muliakan. Hari ini adalah pesta syukuran dan sekali gus pesta
perkawinan puteri kita dengan Silahisabungan, marilah kita memberi berkat (
Mamasu – masu ) semoga Mulajadi Nabolon memberi kebahagiaan, “ katanya kepada
raja – raja dan para undangan.
Berita perkawinan Siboru Nailing
teriar sampai ke pulau Sibandang. Membuat lelaki oroan menjadi marah. Lelaki
itu bermaksud akan menuntut balas, tetapi mendengar Raja Silahisabungan yang
mempersunting ilmu agar dapat menandingi Raja Silahisabungan.
Setelah Siboru Nailing mengandung
enam bulan, tersiar kabar di Sibisa, lelaki oroan akan datang menuntut balas
dengan membawa pasukan ( Parangan ) dari pulau Sibandang ). Mendengar berita
itu Raja Mangarerak gelisah dan meminta Raja Silahisabungan membawa Siboru
Nailing meninggalkan Sibisa. Tetapi Raja Silahisabungan menjawab :” kampungku
sangat jauh amang,tak mungkin membawa isteri dalam keadaan hamil tua. Amang
jangan takut dan resah mendengar berita itu. Selama saya berada dinegeri ini
tidak akan terjadi apa – apa,”katanya. Mendengar alas an itu Raja Mangarerak
tidak dapat memaksakan kehendak.Kemudian raja silahisabungan pergi kebukit
Sigapiton untuk membuat penangkal agar musuh tidak boleh dekat.
Setelah siboru sinailing
melahirkan seorang anak laki-laki,Raja Silahisabungan membuka penangkalnya
sehingga pasukan musuh pun sudah semakin dekat.karna pasukan lelaki oroan sudah
mengepung daerah Sibisa,Raja mengarerak mendesak agar Raja silahisabungan
bersama anak isterinya segera meninggalkan Sibisa. Kemudian Raja Silahisabungan
berkata kepada isterinya :” Ibu tersayang, pasukan lelaki oroan sudah mengepung
Kampung ini. Mereka berencana akan membunuh saya.Orang tua kita Raja
Mangarerrak pun sudah mendesak agar kita segera berangkat, padahal keadaanmui
belum mengijinkan.bagaimana kalau saya bersama anak kita lebih dahulu berangkat,kalau
kau sudah sehat dan tenagamu sudah pulih,aku akan menjemputmu kembali,katanya
membujuk siboru nailing..
Mendengar alas an Raja
Silahisabungan itu dan memikirkan desakan raja Mangarerak, istrinya Si Boru
Nailing menjawab:” Amang boru, Aku sangat mencintaimu dan anak kita ini.
Selamatkanlah dirimu ndenga anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung
derita, ini sebuah cincin ( tintin tumbuk ) kalau anakku ini besar berikan
kepadanya pertanda akulah ibu yang melahirkannya, “ katanya dengan terharu sambil
menyerahkan Tintin Tumbuk itu. Kemudian Raja Silahisabungan bersama bayi yang
baru lahir berangkat meninggalkan negeri setelah pamit dati mertuanya Raja
Mangarerak.
Sesudah Raja Silahisabungan
berangkat, Pasukan lelaki Oroanpun tiba dikampung Raja marerak, lalu bertanya “
dimana sia Boru Nailing dan dimana Lelaki suami itu, biar kubunuh,” kata lelaki
oroan itu. Raja Mangarerak menjawab:” siboru Nailing sedang di Perapian (
mandadang) sedang suaminya telah pergi bersama anaknya” lelaki oroan itu merasa
sedih dan berkata “ ndang diau be amang, jolmanaung marhamulian, alai tong ma
au ingot hamu boru hasian, parjampar diadaran parbagian dibalian, “ katanya
sambil merenungi nasib dirinya. Siapakah pemuda oroan siboru nairing itu ?
Poda sagu – sagu Marlangan
dengan mempergunakan Silompit
dalan dan berlayar didaun sumpit, pada sore harinya Raja Silahisabungan telah
tiba di Silalahi Nabolak. Begitu sampai dirumah tas hadang –hadangan terus
ditaruh di atas para – para dan raja Silahisabungan duduk bersandar dengan muka
murung. Melihat kejadian itu Pinggan Matio dan anak – anaknya tidak berani
bertanya apa yang terjadi
pada keesokan harinya pada waktu
Raja Silahisabungan pergi memeriksa ladangnya, Pinggan Matio mendengar suara
bayi menangis di atas Para – para lalu memeriksa tas hadang – hadangan Raja
Silahisabungan. Pinggan Matio terkejut melihat seorang bayi yang cantik mungil
didalamnya, kemudian memangku dan menimang – nimangnya agar tidak menangis
lagi. Setelah Raja Silahisabungan kembali kerumah, istrinya Pinggan Matio
bertanya :” amang Raja Nami, dari mana bayi lelaki yang cantik mungil ini?
Katanya dengan ramah. Dengan suara yang lembut Raja Silahisabungan menerangkan
asal – usul anak itu dan meminta agar memaafkan perbuatannya. Mendengar
keterangan suami yang penuh kasih sayang, Pinggan Matio berkata : “ Sudah
Tambun ( Tambah ) anakku dan inilah anak bungsuku maka saya beri namanya Tambun
Raja, “ katanya sambil mendekap dan menimang – nimang bayi itu. Mendengar
pernyataan Pinggan Matio, Perasaan Raja Silahisabungan menjadi Lega.
Kasih sayang ibu Pinggan Matio
kepada anak bungsunya Tambun Raja sungguh berlebihan sehingga menimbulkan Iri
hati abang – abangnya. Raja Silahisabungan dan ibu Pinggan Matio sangat
memanjakan Sitambunraja, yang kemudian terkenal Siraja Tambun. Pada suatu
ketika Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah ( Tano Golan ) kepada
anak – anaknya agar jangan terjadi persoalan dikemudian hari. Dalam pembagian
itu Siraja Tambun mendapat tanah yang paling luas dan subur yang mengakibatkan
kecemburuan abang – abangnya.
Pada suatu hari terjadi
pertengkaran antara siraja Tambun dengan salah seorang abangnya. Dalam
pertengkaran itu terungkap kata – kata yang menyakitkan hatinya : “ hai raja
tambun, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kami, entah dimana ibumu
kami tak tau, “ kata abangnya itu. Mendengar ucapan yang memilukan itu, Siraja
Tambunpun menangis tersedu – sedu dan mengadu kepada ibunya. Ibu Pinggan Matio
mengusap usap anaknya itu dengan kasih saying dan mengatakan :” jangan
dengarkan kata – kata abangmu itu. Aku adalah ibumu yang membesarkan kau sejak
kecil, “ katanya. Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu
didengarnya kata – kata yang menyayat hatinya, akhirnya Siraja Tambun
memberanikan diri bertanya kepada ayahnya :” Ayah, siapakah ibu yang melahirkan
saya dan dimana pamanku ?” raja Silahisabungan menjawab dengan ramah dan penuh
kasih sayang :“ anakku tersayang, ibumu adalah Pinggan Matio yang membesarkan
dan menyusukan kau sejak kecil, :” katanya.
Karena tindakan dan perbuatan
abangnya semakin menyakitkan, maka Siraja tambun dengan tegas bertanya: “ ayah
jangan berdusta lagi, siapa sebenarnya ibu yang melahirkan saya ? “ katanya
dengan nada mengancam dihadapan pinggan matio. Raja Silahisabungan dan Pinggan
Matio saling berpandangan lalu menjawab :” anakku tercinta, ibumu adalah Siboru
Nailing Putri Raja Mangarerak di Sibisa, Bila kau ingin dan rindu menjumpainya,
biar ku antar nanti dengan baik,:” katanya dengan membujuk.
Kemudian Raja Silahisabungan menyuruh
Pinggan Matio menempa Sagu – sagu Marlangan berbentuk manusia yang ditaruh di
kedalaman ampang ( Sejenis bakul ). Mereka pergi kemaras dan dibentangkanlah
tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio bersama Daeng
Namora duduk menghadap ampang berisi Sagu – sagu marlangan, lalu disuruhnya
Lohoraja, Sondiraja, Dabaribaraja, dan Batu raja duduk disebelah kanannya.
Tungkir Raja, Batu Raja dan Debang Raja disuruhnya duduk disebelah kiri mereka.
Sedang Siraja Tambun disuruh duduk dimukanya sama – sama menghadap ampang
berisi Sagu – sagu Marlangan. Stelah mereka duduk mengelilingi ampang berisi
sagu- sagu marlangan itu Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada Mula
Jadi Nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan
nama “ PODA SAGU – SAGU MARLANGAN “. Isi Poda sagu – sagu marlangan tersebut
adalh sebagai berikut. :”
HAMU ANAKKU NA UALU :
INGKON MASIHANOLONGAN MA HAMU
SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN,
TARLUMBI POMPARANMU NA PITU DOHOT POMPARANMU SI TAMBUN ON.
INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU
DOHOTPOMPARANMU TU BORU POMPARAN NI ANGGIMU SI TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG
HO TAMBUN DOHOTPOMPARANMU INKON KUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA
PITU ON.
TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO
SAINA KAMU TU PUDIAN NI ARI.
TONGKA PUNGKAON BADA MANANG
SALISI TU ARI NA NAENG RO
MOLO ADONG MARBADAKAN MANANG
PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA – TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UHUM
NA TINGKOS NA SOJADI MARDINGKAN, JALA NA SO TUPA SALAK NA HASING PASAEHON.
Kemudian Raja Silahisabungan
duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu – sagu marlangan itu tanda
kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung tingga. ke 8 anak Raja Silahisabungan
menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata :” Sai dipergogoi Mulajadi
Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na nilehonmi amang,” katanya
mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata, barang siapa yang
melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan inilah tidak berketuruna,
ingkop mago jalan pupur.” Katanya.
Setelah acara dimaras Simarampang
selesai, Raja Silahisabungan bersama istrinya dan putera putrinya kembali lagi
ke Huta Lahi untuk mempersiapkan bekal Siraja Tambun diperjalanan. Pada saat
itulah Raja Silahisabungan memberikan “ barang homitan hadatuon “ kepada Siraja
Tambun. Kemudian Siraja Tambun bersalam – salaman dengan abang – abangnya
sambil saling memberikan doa restu. Sewaktu menyalam Pinggan Matio, ibunya itu
mendekap Siraja Tambun dan berkata :” Unang lupa ho amang di au inangmu na
patarus – tarus dohot na pagodang – godang ho, “ katanya sambil mendoakan
semoga Siraja Tambun selamat dan berbahagia kelak.
Mendengar kata – kata Pinggan
Matio, Itona ( saudarinya) Deang Namora menangis lalu merangkul dan mencium
Siraja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata :”borhat ma ito tu huta ni
tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu, gabe jala horas ma ho
amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Setelah itu berangkatlah Siraja
Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa.
Berita Siraja Tambun di Sibisa
Dalam perjalanan dari Silalahi
Nabolak, Raja Silahisabungan menceritakan perkawinannya dengan Siboru Nailing
putrid Raja Mangarerak kepada anaknya Siraja Tambun. Karena perkawinan kami
dahulu mempunyai masalah jadi kemungkinan kehadiranmu diSibina ini menimbulkan
persoalan. Jadi kau anakku – harus hati –hati dan pandai bergaul. Disamping
ilmu yang kau miliki perlu kau ingat :” pantun hangoluan, tois hamagoan.” Bila
anakku berperangi sopan ( santun, Porman, toman, ) dalam hidupmu maka
tercapailah kebahagiaan hidup dan apabila kamu lengah (tois) menghadapi masalah
akan timbul malapetaka. Dikampung kita, perasaanmu sangat sedih karena
perbuatan abang – abangmu, tetapi mungkin lebih sakit lagi perasaanmu nanti di
Sibisa ini, kata Raja Silahisabungan samil memberikan sebuah cincin (tintin
Tumbuk) yang diserahkan Siboru Nailing sewaktu mereka berpisah dahulu. Cincin
inilah nanti tunjukkan, pertanda kau adalah anak Siboru Nailing katanya kepada
Siraja tambun.
Setelah mereka tiba di Sibisa,
Raja Silahisabungan mendengar kabar bahwa Siboru Nailing belum lagi kawin, lalu
ia menerangkan cirri – cirri Siboru Nailing kepada Siraja Tambun. Kemudian Raja
Silahisabungan membawa Siraja Tambun keumbul (mual) Simataniari dan berkata :”
Disinilah tunggu ibumu itu, nanti sore ia pasti mandi dan mengambil air dari
umbul ini,” katanya dengan penuh keyakinan.
Pada sore harinya Siraja Tambun
melihat seorang perempuan pulang dari umbul membawa air lalu ia menyapa :”
inang boi do inumonku saotik mual na binoanmi ? nunga mauas ahu!” (bu, bolehkah
sedikit air itu itu saya minum ? sudah haus aku ) katanya minta belas kasihan.
Lalu perempuan itu menjawab dengan tercengang : Ise do hamu ito, jala sian dia
hamu rot u huta on ? songon na lulu roha mauas hamu dibot ni ari !” ( siapakah
kamu ito, dan dari mana datang kekampung ini ? seperti tak masuk akal, merasa
haus ito pada sore hari ) katanya sambil memberikan air untuk diminum Siraj
Tambun. Setelah Siraja Tambun minum lalu ia berkata :” jolma na dangol do
baoadi, na madekdek sian langit, na mapultak sian bulu bolon na maos – aos
malungun mangalului inang pangintubu,” ( manusia malangnya aku, yang jatuh dari
langit dan lahir dari ruas bamboo, yang sudah lam berkelana dan rindu mencari
ibu yang melahirkan ) katanya dengan sopan santun. Mendengar ucapan kata – kata
itu, perempuan itu teringat kepada anaknya yang dibawa Raja Silahisabungan
dulu, lalu berkata:” Ala Naung bot ari ito, tu jabunami ma jolo hamu
marborngin, sai na patuduon ni mulajadi Nabolon do na niluluanmi,” ( karena
hari sudah sore, dirumah kamilah ito bermalam, Tuhan Yang Maha Kuasa akn
memberi petunjuk nanti kepadamu ) katanya sambil mengajak Siraja Tambun supaya
ikut ke rumah orangtuanya.
Siraja Tambun menyambut ajakan
perempuan itu karena itu karena ia yakin bahwa itulah ibunya sesuai dengan ciri
- ciri yang diterangkan Raja Silahisabungan. Setelah mereka tiba dirumah Raja
Mangarerak dan pamannya Toga manurung bertanya :”Siapa pemuda ini Boru Nailing
?” kata Taja Mangarerak. Siboru Nailing menjelaskan pertemuan mereka di Mual
Simataniari lalu berkata :” na asi do rohangku mamereng, aia didok ndang marama
– marina ibana, ala naung bot ari hutogihon ma tu jabu asa dison ibana.
Marbongin.” ( kasihan aku melihatnya, karena katnya tidak ada ayah – ibunya,
karena hari sudah sore maka kuajak kerumah untuk bermalam.)
Raja Mangarerak berkata :” unang
ma mambahen persoalan muse baoa on. Nunga songon bagianmu ditinggalhon Raja
Silahisabungan , sotung mambahen gora ho muse diluat on , “(jangan nanti pemuda
ini membuat persoalan , sudah demikian nasibmu ditinggalhon Raja Silahisabungan
, jangan lagi kau membuat huru –hara dinegeri ini )katanya dengan nada keras .
lalu adik Siboru Nailing, Toga Manurung berkata : “ndang songon amang , dengg
tasungkun baoa on manang na olo do mangurupi hita. “ (jangan begitu ayah ,
lebih baik kita tanya pemuda ini apakah dia mau membantu kita.) katanya sambil
menanya iraja Tambun. Setelah mendengar kata – kata Raja Manggarerak dan
pernyataan Toga Manurung lalu ia menjawab :” Molo holong do roha ni raja I
manjampi ahu gebe hatoban do ahu,” ( kalau Raja menginginkan aku, menjadi hamba
pun saya mau ) katanya merendahkan diri karena dia sudah yakin bahwa Siboru
Nailing itulah ibunya tetapi masih disembunyikan menjaga hal – hal yang tidak
diinginkan. Sejak hari itu, Siraja Tambun menjadi pembantu Toga Manurung untuk
mengembalakan ternak (permahan ) dan pekerja lainnya.
Dari pertemuan di Umbul (mual)
Simataniari, Siboru Nailing merasa asa kontak batin membuat ia saying melihat
pemuda itu ( Siraja Tambun ) tetapi ia tidak mau bertanya siapa sebenarnya
pemuda itu, walaupun Siraja Tambun sebagai pembantu (hamba) dirumah toga
Manurung tetapi Siborung Nailing memperlakukannya sebagai tamu biasa, kalau ia
disuruh mengantar nasi Siraja Tambun keladang selalu dibuat makanan yang enak
bukan makanan seorang pembantu. Dan mereka sering bercakap – cakap bersenda
gurau bagaikan seorang ibu dan anak.
Pada suatu hari Siboru Nailing
pergi keladang mengantar nasi Siraja Tambun. Karena hari terasa sangat terik
Siboru Nailing mengajak ia ( Siraja Tambun ) supaya berteduh dibawah pohon
rindang melepaskan lelah. Sewaktu mereka bercakap – cakap, karena lelahnya
Siraja Tambun terlena dan tidur dipangkuan Siboru Nailing. Karena Siboru
Nailing terlambat pulang sebagai biasa, Toga Manurung pergi keladang
melihatnya. Saat itulah Toga Manurung terkejut melihat Siraja Tambun tertidur
dipangkuan Siboru Nailing, lalu berkata :” na so adapt na so uhum do
pambahenmo. Ho sada hatoban barani pulut modom diabingan ni Siboru Nailing.
Jolma na jahat do huroha baoa on, jadi ingkon uhumon do ibana jala beanghonon.
(Perbuatanmu sudah melanggar hukum dan adat. Kau adalah seorang hamba, tetapi
tega tidur di pangkuan Siboru Nailing .Orang jahat kau rupanya, jadi kau harus
di pasung) kata Toga Manurung sambil memarahi kakaknya Siboru Nailing . Siboru
nailing tidak dapat berbuat apa – apa dan Siraja Tambun pun dihukum pasung .
Setelah Siraja Tambun dipasung
terjadilah malapetaka di uluan. Sudah hampir enam bulan terjadi musim kemarau
panjang mengakibatkan tanah Uluan menjadi kekeringan. Akibat musim kemarau itu
Raja Manggarerak dan Toga manurung mencati dukun untuk “marmanuk diampang”
menanya penyebab malapetaka yang menimpa negeri uluan. Setelah diadakan upacara
marmanuk diampang, dukun berkata : “ adong anak ibebere na pinatangis – tangis
jala na pinasiak – siak, ingkon paluaon do ogung sebangunan jala patortoran
bera na pina siak – siak asa ro udan paremean.” Rupanya ada kemenakan yang
menangis tersiksa dan teraniaya. Harus dipukul gendang dan dibuat menari
kemenakan yang tersiksa agar datang hujan pemberi berkah )
Raja Manggarerak dan Toga
Manurung bertanya – Tanya siapakah gerangan kemenakan yang menangis tersiksa
dan teraniaya ? lalu Toga Manurung berkata :”Ai so adong berengku tubu ni
itongku siboru nailing,” (tak ada kemenakanku, anak kakak Siboru Nailing )
katanya. Kemudian Siboru Nailing berkata :” unang dok songon I, tangkasi hamu
ma jolo baoa na hona beang an, atik beha anakku do I na binoan ni Raja
Silahisabungan,” ( jangan ucapkan demikian, teliti dulu pamuda yang terpasung
itu, apakah itu anak saya yang dibawa Raja Silahisabungan ) katanya memecahkan
persoalan. Mendengar keterangan Siboru Nailing, Toga Manurung membuka pasungan
dan bertanya :” hei anak muda siapa kau sebenarnya?“. Lalu pemuda ( Siraja
Tambun ) menjawab :” aku adalah Siraja Tambun, Anak Raja Silahisabungan dari
Silalahi nabolak,” katanya sambil menunjukkan Cincin (Tintin Tumbuk) yang
diberikan Raja Silahisabungan. Dengan tiba – tiba Siboru Nailing mendekapnya
dan merangkulnya dan berkata :” ahu do inangmu pangintubu, nunga gabe ahu hape,
nunga hudahop anakku tambun ni ate – ate urat ni pusu – pusu. Ai tintinku do
tintin tumbun on na umbun tu sude jari – jari: (akulah ibumu yang melahirkan
kau, sudah kupeluk kau, sudah kupeluk anak buah hatiku, urat nadi jantung.
Cincin ini adalah milikku yang dapat masuk kesemua jari – jari,”) katanya.
Kemudian Toga Manurung berkata
:(“ nunga godang salanamibere. Pandok ni datu ingkon patortoran do ho jala
paluan ogung sabungan asa ro udan paremean.” (sudah banyak kesalahan kami bere,
menurut dukun kau harus dipestakan dengan memukul gendang baru turun hujan
pembawa berkah.) lalu Siraja Tambun menjawab :”molo songon I do tulang, laho ma
jolo ahu mangalapi dahahang ke Silalahi.”(kalau begitu permisilah aku dulu biar
kujemput abang – abangku ke Silalahi).
Setelah ada pengakuan Toga
Manurung akan “Patortoran “ Siraja Tambun, langitpun mendung dan tidak berapa
lama turunlah hujan lebat membuat penduduk negeri merasa gembira. Melihat tanda
– tanda yang menggembirakan ini, Raja Manggarerak berkata:” Tak boleh cucuku
Siraja Tambun pergi KeSilalahi. Lebih baik kita suruh kaum kerabat menjemput
abang – abangnya,” katanya untuk menjaga Siraja Tambun mengilangkan Jejak. Kaum
kerabat dan Raja – Raja dikumpulkan untuk memberitahukan pelaksanaan gondang
sabangunan patortorhon Siraja Tambun dipogu ni alaman, sambil mengutus beberapa
orang menjemput abang Siraja Tambun dari Silalai Nabolak.
Mendengar penjelasan Raja
Mangarerak dan Toga Manurung, kaum kerabat dan Raja – raja yang diundang
berkata :” Nunga Gabe Siboru Nailing, nga doli – doli boras ni siubeonna. Adong
boru magodang di Raja I Toga Manurung I ma Si Pintahaomasan. Siboan sangap
dohot tua do Siraja Tambun, molo senggan roha ni raja I laos dipesta on ma nasida tapasu –
pasu marhajabuan !” ( sudah bahagia ( gebe) Siboru Nailing, sudah dewasa
anaknya. Ada
juga puteri Raja Toga Namurung gadis remaja yaitu Si Pintahaomasan. Karena
kedatangan Siraja Tambun membawa berkah dan kalau Raja berkenan, bagaimana
kalau pada pesta ini mereka kita kawinkan !” kata raja – raja memberi usul
Lalu Toga Manurung menjawab :”
Niat kamipun demikian juga, agar Siraja Tambun tetap tinggal di Sibisa, tetapi
kita tanyalah puteri kita Si pintahaomasan bagaiman pendapatnya,” katanya
menyambut usul kaum kerabat dan Raja – raja. Kemudian toga Manurung menanya Si
Pintahaomasan tentang usul dan pendapat Raja – raja.
Mendengar usul raja – raja dan
pendapat ayahnya Toga Manurung, Si Pintahaosan berkata :” ndang simanuk –
manuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo turpuk siahut lomo ni roha. Silaklak
ni singkoru, sirege – rege ni ampang, gabe do na maranak ni namboru, horas ma
na Marboru ni Tulang, Molo mamasu – masu damang parsinuan dohot raja – raja aha
be na hurang ?” katanya tanda setuju.
Pada pesta “Patortor Sirja Tambun
dan perkawinannya “ dengan Si Pintahaosaman be. Manurung, datang abang Siraja
Tambun dari Silalahi Nabolak marsolu bolon ( naik perahu besar ) serta membawa
gondang sebangunan. Disaksikan Siboru Nailing dan abang – abang Siraja Tambun
yang datang dari Silalahi Nabolak, Raja Mangarerak, dan Toga Manurung memberi
hadiah (pauseang) : Mual Simataniari, Hauma Sipitu, batangi dan Pinasa
sidungdungonon. Kemudian Raja Mangarerak berkata :” Cucuku Raja Tambun, hakmu
sekarang sudah sama dengan raja – raja di daerah ini. Di Silalahi Nabolak
namamu Siraja Tambun, beberapa tahun kau di Sibisa ini disebut Siraja Parmahan
( Pengembala ). Mulai sekarang dinobatkan namamu Raja Itano, karena kau sudah
marga tanah ( Martano golat ) di Sibisa,” katanya sambil mengikatkan “ Tali –
tali harajaon boru,” dikepala Siraja Tambun.
Berita Keturunan Siraja Tambun .
Si Raja Tambun yang dinobatkan
menjadi “Raja Boru “ di Sibisa dengan nama Raja Itano , tidak kembali lagi ke
Silalahi Nabolak , Ia bersama Pintahaomasan br. Manurung tetep tinggal di
Sibasa dan di berikan Tuhan 3 ( tiga ) orang anak laki – laki, yaitu : Tambun
Mulia , Tambun Saribu dan Tambun Marbun . Tambun Mulai mempunyai 2 (dua ) anak
laki – laki , yaitu : tambun Uluan dan tambun Holing. Tambun Uluan tetap
tinggal di Uluan, keturunannya memakai Marga Tambun. Tambun Holing pergi ke
Tambunan sekarang dan mempunyai anak laki – laki 3 (tiga ) orang, Yaitu : Raja
Ujungsunge, tuan pagar Aji dan Datu Tambunan Toba. Seorang anak Tuan Pagar Aji,
bernama Mata Sopiak pergi Angkola keturunannya memakai marga Daulay .
Datu Tambunan Toba mempunyai 3
(tiga) orang anak laki laki , yaitu Raja Baruara , Datu Gontam (lumban Pea )dan
Raja Parsingati (lumban Gaol) Keturunan Tambun holing pada umumnya memakai
marga Tambunan,dan banyak yang pergi ke Sigotom .
Menurut turasi dan tarombo Siraja
Tambun ,Tambun Saribu mempunyai 3 orang anak laki – laki, yaitu : Doloksaribu ,
Sinurat dan Nadapdap, tetapi Tambun Marbun belum belum jelas ketunannya.
Menurut tuirasi dan tarombo Raja Silambungan , keturunan Siraja Bunga – bunga (
siraja Parmahan ) yang tinggal di hinalang Balige kembali membuat sagu – sagu
marlangan di Onan Raja Tambunan untuk mengingat “ poda sagu – sagu marlangn
“yang di buiat Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak .
Dengan adanya turasi dan
taromboSiraja Tambun yang menyatakan Doloksaribu , Sinurat dan nadapdap
keturunan Tambun Saribu maka timbul permasalahan karena pada umumnya marga
Doloksaribu, Sinuratdan nadapdap mengaku ketunan Siraja Parmahan yang memakai
marga Silalahi . Untuk memurnikan Poda sagu – sagu marlangan maka di anjurkan
agar keturunan Siraja Parmahan memakai Silalahi Doloksaribu ., Silalahi si
nurat , Silalahi nadapdap. Dan bila keturunan Tambun Saribu di anjurkan memakai
Tambun Doloksaribu, Tambun Sinurat dan Tambun nadapdap, sesuai dengan anjuran
Panitia Pusat Tarombo Raja silalahibungan tahun 1968 .
Keadaan ini harus diterima dengan
lapang dada dan tak perlu diperdebatkan, biarlah masing-masing oknum atau
kelompok menentukan kedudukannya dengan berpedoman kepada sagu – sagu marlangan
. Harapan ini sangat diperlukan demi persatuan dan kesatuan keturunan Raja
Silahisabungan.
No comments:
Post a Comment